My adventure, my vision, my confession.

Dilema Pembangunan: Kepemimpinan dalam Sebuah Negara Berkembang

Pada zaman yang modern ini, semua negara di dunia nampak ramai bersaing untuk dapat menjadi negara yang maju dan sejahtera. Pembangunan nasional merupakan subuah topik yang hangat dan ramai diperbincangkan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini disebabkan karena pembangunan adalah dapat dikatakan syarat mutlak agar suatu negara bisa berkembang. Salah satu mosi yang banyak diperdebatkan saat ini adalah wacana mengenai keharusan partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan. Namun sebelum kita membahas mengenai bab tersebut, mari kita mulai dengan membahas terlebih dahulu mengenai pembangunan sendiri.
Pembangunan
Menurut Deddy T. Tikson (2005) bahwa pembangunan nasional merupakan transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan. Transformasi dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat melalui peningkatan atau pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan jasa, sehingga kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin besar. Sebaliknya, kontribusi sektor pertanian akan menjadi semakin kecil dan berbanding terbalik dengan pertumbuhan industrialisasi dan modernisasi ekonomi. Transformasi sosial dapat dilihat melalui pendistribusian kemakmuran melalui pemerataan memperoleh akses terhadap sumber daya sosial-ekonomi, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih, fasilitas rekreasi, dan partisipasi dalam proses pembuatan keputusan politik. Sedangkan transformasi budaya sering dikaitkan, antara lain, dengan bangkitnya semangat kebangsaan dan nasionalisme, disamping adanya perubahan nilai dan norma yang dianut masyarakat, seperti perubahan dan spiritualisme ke materialisme/sekularisme. Pergeseran dari penilaian yang tinggi kepada penguasaan materi, dari kelembagaan tradisional menjadi organisasi modern dan rasional.
Dari penjabaran di atas, dapat kita tarik beberapa poin penting mengenai pembangunan. Salah satunya adalah bahwa pembangunan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua: Pembangunan yang bersifat materiil (misalnya pembangunan ekonomi) dan pembangunan yang bersifat spiritual (kemajuan kualitas tiap individu), di mana kedua macam pembangunan tersebut memiliki resiko masing-masing apabila tidak dilaksanakan atau sedikit diabaikan.
Bagi negara maju, pelaksanaan pembangunan di kedua bidang tersebut secara bersamaan mungkin bukanlah sebuah hal yang sulit dilaksanakan melihat pada dasarnya mereka sudah memiliki sumber daya yang diperlukan. Pada negara maju, perekonomian cenderung sudah stabil dan mandiri. Kemampuan masyarakat negara maju pun secara umum, misalnya kita lihat dari bidang pendidikan, adalah rata-rata lebih tinggi. Masyarakatnya pun adalah masyarakat yang kritis serta aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Polemik terjadi dalam negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Sudah lebih dari 66 tahun kita merdeka, perkembangan yang telah kita capai masih belum jelas terasa. Bahkan dapat dikatakan sudah tertinggal jauh dibanding negara lain yang usianya dapat dikatakan lebih muda daripada kita. Berbagai kalangan telah berusaha mengkaji dan berdiskusi mengenai pembangunan di bidang apakah yang harus kita prioritaskan. Kemajuan dalam sektor ekonomi tentu tidak akan maksimal tanpa adanya sumber daya manusia yang berkualitas. Dan sumber daya yang berkualitas tidak akan berkembang lebih baik lagi tanpa adanya fasilitas memadahi yang disediakan oleh negara. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa sebuah pembangunan, bagaimanapun sifatnya, tidak dapat meninggalkan satu sama lain. Dengan kata lain, pembangunan yang paling ideal adalah sebuah pembangunan yang dilaksanakan secara bersama-sama baik di bidang materiil dan spiritual, yang tentunya merupakan sebuah tantangan besar bagi semua negara berkembang.
Partisipasi masyarakat.
Sebuah negara pasti ada karena adanya partisipasi dari masyarakatnya. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah bagaimanakah sebaiknya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan yang telah kita rencanakan tadi.
Dalam melaksanakan suatu pembangunan, suatu negara diberikan pilihan mengenai teknik apakah yang akan mereka gunakan. Untuk lebih mudahnya, kita dapat mengambil contoh dari negara-negara lain.
Ada negara yang memilih untuk menjalankan sebuah pembangunan dengan cara sentralisasi. Semua kegiatan dan kebijakan dilakukan oleh pemerintah sedangkan rakyat hanyalah sebagai partisipan pasif, pelaksana kebijakan pemerintah. Cara ini memerlukan kesungguhan serta paksaan dari pemerintah serta adanya kepatuhan dari masyarakatnya.
Namun masih ada satu cara lagi untuk melaksanakan pembangunan. Apabila cara di atas lebih menekankan pada keberadaan sebuah kekuasaan yang memaksa, kita juga dapat melakukan sebuah pemerintahan dengan kekuatan yang sifatnya adalah persuasi kepada rakyat dengan menggunakan nilai-nilai asli yang terdapat dalam masyarakat tersebut (partisipasi masyarakat).
Kedua metode tersebut tentunya bila dilaksanakan dapat membawa perkembangan yang positif bagi suatu negara yang tentu saja tingkat keberhasilan dari diterapkannya metode tersebut tergantung dengan kondisi negara setempat.
Bila kita tinjau dari resiko yang akan kita hadapi, penggunaan metode paksaan pada umumnya lebih beresiko karena metode ini lebih mengutamakan pada pembangunan sektor ekonomi sedangkan rakyat tidak terlalu berkembang. Gejolak-gejolak dan sengketa sosial lebih rawan terjadi terlebih karena metode ini adalah sangat rawan dengan absolutisme pemimpin sehingga keinginan dan aspirasi masyarakat sangat sedikit yang dapat terjaring.
Sebaliknya, dalam metode partisipasi, resiko demikian jauh lebih kecil dan pemerintahan berjalan secara relatif lancar. Kemudian bila kita lihat, dalam taraf tertentu suatu pembangunan pasti akan membutuhkan partisipasi tenaga-tenaga manusia yang kreatif. Maka dapat kita simpulkan bahwa pembangunan dengan adanya partisipasi aktif dalam masyarakat akan lebih dapat menjamin keselarasan atau kontinuitas gerak pembangunan sendiri.
Kepemimpinan
Maka apabila pembangunan hendak dilakukan secara seimbang, yakni dengan partisipasi masyarakat secara aktif, kita sampai kepada sebuah pertanyaan besar yakni pemimpin seperti apakah yang dapat membuat rakyat bersemangat dan bergairah untuk dapat berpartisipasi.
Di sini kita membagi lagi sebuah pemimpin menjadi dua: Pemimpin formal dan pemimpin informal.
Pemimpin formal adalah pemimpin yang memperoleh jabatan karena adanya legalisasi dari apa yang dipimpinnya, misalnya: Presiden, Menteri, dan lain lain. Sedangkan pemimpin informal adalah orang-orang yang memiliki suara dan kepercayaan dari sekelilingnya untuk membuat suatu kebijakan. Yang tentu saja adalah sangat mungkin seorang pemimpin formal juga merupakan seorang pemimpin informal. Pemimpin ini mempunyai legalitas sekaligus legitimasi pada dirinya. Misalnya adalah dalam negara demokrasi di mana para pemimpin informal (kepercayaan rakyat) menjadi seorang pemimpin formal (melalui legalitas pemerintah) melalui pemilihan umum yang dilaksanakan secara jujur dan adil. Pemimpin inilah yang dapat menggerakkan partisipasi aktif dalam masyarakatnya.
Melihat kenyataan yang ada, apakah hal ini mungkin untuk dilaksanakan?
Mari kita menengok negeri kita di mana sebuah partai politik seakan tidak lagi berisi manusia dengan tujuan memajukan bangsa melainkan seolah sebatas menginginkan jabatan saja. Hal ini mungkin terjadi atas beberapa hal.
Persangkaan pertama adalah pada bangsa Indonesia, yang telah berulang kali melakukan perubahan metode kepemimpinan sejak zaman dahulu kala hingga saat ini, khususnya orang Jawa, hidup pada suatu kebudayaan di mana sebuah legalitas lambat laun juga akan membawa legitimasi. Kita hidup dengan jalan bukan lagi memberikan jabatan kepada orang yang kita percaya namun memberikan kepercayaan kepada orang-orang yang memiliki jabatan.
Persangkaan kedua adalah dengan kuatnya perkembangan dan kemajuan di lingkup-lingkup kecil, misalnya kota, orang-orang yang memiliki kualitas sebagai pemimpin justru sudah menjadi pemimpin di lingkup dia sendiri. Secara kasarnya, dapat kita katakan bahwa yang maju menjadi pemimpin lebih besar adalah pemimpin dengan kualitas nomor dua.
Namun demikian, kedua hal tersebut masihlah sebatas sangkaan dan memerlukan penelitian untuk diuji keilmiahannya. Atas persangkaan tersebut, kita dapat menawarkan beberapa solusi yakni perlunya adanya kesediaan dari pemimpin-pemimpin yang berkualitas untuk dapat maju membawa legitimitas rakyat, dorongan dan keikhlasan dari semua pihak, dan regulasi agar segala hal serta kemajuan yang telah kita dapatkan akan terus bertahan dan bertambah, bukan malah kembali lagi ke titik nol.

ELNA LALITA
2Q – ADMINISTRASI PERPAJAKAN
Be First to Post Comment !
Post a Comment

Custom Post Signature

Custom Post  Signature